Uncategorized

Puasa Hari Pertama 1443 H 2022M

Tahun ini usia Fadhil lima tahun. Saya dan suami memutuskan sudah saatnya Fadhil belajar puasa. Membiasakannya ikut makan sahur, kemudian menahan makan dan minum sampai jam tertentu. Tergantung kekuatannya. Setelah itu dia akan menahan tidak makan dan minum lagi sampai berbuka.

Sehari sebelum puasa fadhil ikut kegiatan menyambut Ramadan di sekolahnya. Sampai di rumah kami juga mengajaknya menghias rumah. Tujuannya adalah menarik minatnya, membuatnya merasa bahwa ramadan adalah spesial. Berbeda dengan bulan lainnya.

Jujur, menghias rumah ini juga perjuangan untuk saya. Rencananya di hari yang sama kami akan mudik. Jadi saya harus mempersiapkan baju, mainan, dan keperluan lain yang akan dibawa. Namun, demi mengajak Fadhil dan Nadhira bersuka cita menyambut Ramadan waktu harus diluangkan.

Alhamdulillah tahun ini kami mengawali ramadan di kampung halaman. Dimulai dengan sholat tarawih. Fadhil berangkat bersama ayahnya. Saya tidak ikut karena sedang berhalangan. Sepulang dari masjid saya tanya apakah Fadhil ikut sholat? Ternyata dia sholat dari awal sampai akhir, dan mengadu kepada saya, “mama sholatnya banyak! Sholat lagi, sholat lagi, sholat lagi. Aku capek!”

“Itu namanya Sholat taraweh Mas, Sholat sunnah yang adanya hanya di bulan ramadhan. Cuma satu bulan tok boleh sholat taraweh.” Lumayan, satu dialog tentang agama bisa tersampaikan.

Saat sahur pertama pun tiba. Kami membangunkan Fadhil setelah kami selesai makan. Saya juga ikut sahur dan berniat, siapa tau halangannya selesai subuh ini. Untuk membuat Fadhil membuka mata caranya lumayan mudah, dengan menyalakan tv! Untung di rumah sudah pakai tv digital, jadi ada saluran tv yang menayangkan kartun hampir 24 jam dalam sehari. Ternyata tidak hanya Fadhil yang bangun, si Adek juga ikut terbangun. Mungkin karena belum terbiasa makan di malam hari, Fadhil muntah di sahur pertamanya.

Setelah sahur, Fadhil ikut ayah ke masjid dan saya bermain dengan Adek. Menyuapinya, mumpung lauknya masih anget. Nadhira masih 2.5 tahun. Belum waktunya ikut latihan puasa.

Pulang sholat subuh dari masjid, saya menawarkan Fadhil untuk tidur kembali seperti Adiknya. Tapi matanya sudah terang benderang. Dia tidak tidur lagi. Jam 07.00 pagi Fadhil sudah mengeluh lapar dan haus. Wkwkkwwk…. terlalu pagi, jauh dari perkiraan saya. Hahahaha.

Saya putuskan Fadhil harus menahan minimal sampai jam 10.00 WIB. Pikir saya minimal dia tau rasanya menahan lapar dan haus sampai jam yang ditentukan. Untuk menghiburnya, saya mengajak fadhil naik motor, berkeliling melihat pemandangan sawah dan barisan pegunungan. Pulangnya kami mampir ke pasar sampung. Di pasar, fadhil lapar mata apapun yang dilihatnya dikatakan “sepertinya ini lezat ma,” wkwkkwkw. Bahkan cincau pun membuatnya exited, dikira coklat mungkin ya. Untung Adik bangun siang , jadi saya bisa penuh menemani si Bujang yang latihan berpuasa untuk pertama kalinya.

Kami sampai di rumah masih jam 08.30 dan ternyata lumayan lama untuk menunggu waktu berbuka Fadhil. Semua permainan coba saya tawarkan, mulai dari bermain plastisin, melukis, mewarnai, main air, dll. Tak juga membuat fadhil lupa rasa haus dan laparnya. Fadhil mengeluh haus sepanjang waktu. Jadi berhasil puasa sampai jam 10 saja rasanya sudah juara di hari itu.

Tepat pada pukul 10.00, Fadhil melahap jajan-jajan yang telah ia kumpulkan. Minum susu, air putih, nasi dan lauknya, sampai buah apel pun dia minta. Setelah selesai melahap semuanya Fadhil kembali saya minta menahan haus dan lapar. Ternyata jam 14.00 Fadhil sudah meminta untuk makan ninim lagi, wal hasil saat puasa hari pertama Fadhil malah makan 4 kali dengan antusias dan lahap. Nafsu makannya meningkat drastis. Yang boasanya ogah-ogahan makan, kini dia meminta-minta makan.

Untuk saya ini bukan kegagalan. Toh kontesksnya masih latihan. Saya malah bersyukur, setidaknya Fadhil sudah mau bangun sahur, mau ikut sholat taraweh, dan sediiiiikit mengeti artinya menahan nafsu untuk makan dan minum.

cerita mama, Uncategorized

Jangan Takut?

Benarkah untuk menjadikan anak berani dan percaya diri adalah dengan melarangnya mempunyai rasa takut? Saya rasa tidak.Mengakui dan menerima apapun yang dirasakan anak kecil adalah hal yang harus diusahakan oleh orang tua.

Terkadang terlalu mendambakan anak yang periang, kita melarang anak untuk bersedih. “Cup sayang, Adek jangan sedih, adek gak boleh sedih.” Mendambakan anak yang pemberani dan percaya diri, lantas mendoktrinnya bahwa ia tak boleh takut. “Buang jauh-jauh rasa takutmu nak!”

Menurut saya segala bentuk emosi yang kita anggap negatif, adalah emosi yang tidak mungkin dihindari. Ketika masih kecil kita bisa saja menyiapkan dunia anak yang sedemikian rupa supaya dia selalu bahagia dan selalu memiliki perasaan positif. Namun, ketika ia beranjak dewasa bisakah dunia ini hanya memberikan emosi yang positif saja? Bahagia sepanjang waktu? Berani dalam keadaan apapun? Kita tau pasti bahwa jawabannya adalah tidak.

Lalu kenapa tidak kita terima saja segala emosinya? Membuatnya mengenali apa emosi itu, bagaimana menyikapinya, dan apa yang selanjutnya harus ia lakukan.

Teringat dengan kelas sekolah ibu yang pernah saya ikuti. Pemateri menyampaikan ketika emosi dasar telah dikenali anak, ia baru bisa beranjak ke fase berikutnya. Yaitu memutuskan apa yang selanjutnya harus ia lakukan. Misalnya merubah kecewa menjadi motivasi untuk berusaha lebih keras agar hasil usahanya tak mengecewakan lagi.

Begitu juga dengan perasaan sedih. Walaupun kita anggap sedih adalah emosi negatif tapi ia akan menumbuhkan empati dan simpati. Bukankah aneh jika anak merasa bahagia melihat orang disekitarnya tidak baik-baik saja?

Pun akan aneh rasanya jika anak kita yang kelak akan menjadi dewasa tidak takut melakukan dosa dan hal tercela. Karena ia tidak mengenal rasa takut. Ditanamkan semenjak dini bahwa rasa takut tidak boleh ada dalam kamus hidupnya. Kok rasanya akan lebih menakutkan bila bertemu dengan orang seperti ini ya, Bu?

Namun, bukan berarti kita boleh menakut-nakuti anak ya…. Menakuti anak dengan hantu supaya segera tidur. Menakuti anak ada wewe gombel agar anak tidak main di sungai, dan segala jurus menakuti lainnya agar anak disiplin. Hal itu tetap tidak dibenarkan, karena kita yang memanipulasi ketakutannya.

Percayalah saya pun sedang berusaha, memeluk rasa takut anak saya. Membantunya mengurai tentang ketakutannya. Kemudian bersama-sama mencari cara untuk mengatasinya. Prosesnya tak semudah yang saya tulis disini. Penerimaan terhadap anak laki-laki yang takut ketinggian juga sempat membuat saya frustasi. Karena saya memang bukan ibu peri, kesalahan perlakuan tentu pernah terjadi. Semoga saya termasuk ibu yang mau memperbaiki diri. Semangat nikma, terima kasih telah berani mengakui. Terima kasih untuk takut salah lagi.

Uncategorized

Kue Ulang Tahun ala Nadhira

Hari ini Adek Nadh tidak berulang tahun. Tapi dari siang dia terus merengek minta kue ulang tahun. Menangis sembari mengatakan, “mama atu mau tek.” Apakah saya langsung paham apa itu tek? Tentu saja tidak, wkwkwkkw. Rewelnya semakin menjadi karena saya tidak paham apa yang dia inginkan. Sampai dia memberi clue lanjutan. “Bet de tek, mama” ucapnya masih dengan menangis. Oalah… birthday cake maksudnya.

Setelah memahaminya, saya mengiyakan dan memintanya menunggu ayah pulang. “Nanti ya, beli cake sama ayah” ucapku berharap tangisnya reda. Tapi dia justru semakin rewel. Ternyata dia mau cake nya dibikin sendiri.

Berbekal coklat leleh 40 g dan margarin yang tinggal separuh kemasan, saya niatkan mencari resep kue apa yang bisa dibuat. Dengan alat seadanya pula. Panci kukusan ala kadarnya, serta kocokan telur sederhana.

Akhirnya saya menemukam resep kue coklat kukus. Semua bahannya ada kecuali SP dan vanili. SP saya ganti dengan baking powder, dan vanili sengaja tidak saya sertakan. Coklat bubuk saya juga tidak punya, maka saya ganti dengan susu coklat bubuk.

Hal lain yang berbeda dengan resep adalah alat pengaduknya. Saya tidak punya mixer, hanya kocokan telur yang ada di dapur. Itupun baru saya beli minggu lalu. Memang beberapa minggu terakhir saya mencoba membuat churos dan pancake, jadi memang ada alat bahan sederhana untuk membuat cemilan tersebut. Ketika tidak menggunakan mixer berarti harus siap mengerahkan tenaga mengocok manual agar campuran gula dan telur sedikit mengembang. Walau tak sampai berwarna putih dan kental, tapi menurut saya adonan sudah lumayan mengembang. Lumayan menguras tenaga juga, jadi saya putuskan lanjut ke tahap selanjutnya. Mencampurkan terigu dan susu bubuk ke dalam adonan telur. Sebelum praktek hari ini saya sudah mencari beberapa info dari artikel dan you tube tentang penyebab kue bantat. Salah satunya adalah pengadukan tepung yang over. Maka setelah terasa cukup tercampur saya hentukan pengadukan dan mulai memasukkan lelehan DCC yang bercampur margarin. Lalu mengukusnya selama empat puluh lima menit.

Setelah empat puluh lima menit, saya mengangkatnya dari kukusan. Alhamdulillah walaupun masih jauh dari kata berhasil, tapi cake ala kadarnya ini layak makan. Bisa dinikmati. Tidak bantet seperti pancake kapan hari yang keras dan amis.

Setelah kuenya jadi dan diletakkan di piring, adek semangat sekali menyebutnya sebagai birthday cake. Dia segera ke dapur mengambil sendok dan sumpit. Awalnya saya kira untuk menyantap kue, ternyata sumpit dan sendoknya untuk ditancapkan di kue. Baiklah, ternyata dia meminta kue untuk bermain ulang tahun ulang tahunan. Geli bercampur gemas melihat idenya.

Ketika mau memotong kue pun, dia minta dinyanyikan. Ayah yang semula sibuk dengan pekerjaannya, ikut bergabung dan antusias merayakan ulang tahun ala Adek. Yang membuat tambah bahagia, ternyata kue ala kadarnya ini dipotong dan dimakan dengan lahap oleh semua anggota keluarga.

Kebahagian kecil dan sederhana yang tercipta dari ide anak-anak adalah kenikmatan yang Allah berikan untuk kehidupan kami.

Uncategorized

Melipat Baju, Kegiatan Sederhana dengan Segudang Manfaat

Salah satu kegiatan sehari-hari yang membuat anak-anak ingin sekali ikut beraksi adalah melipat baju. Sebenarnya kalau diamati lagi, kegiatan seputar baju memang menarik minat mereka. Mulai dari meletakkan baju kotor di tempatnya, memasukkan baju ke mesin cuci, menombol mesin cuci, menjemur baju, sampai melipat baju. Kegiatan-kegiatan yang sepertinya sepele ini ternyata menyimpan banyak manfaat lho! Jadi jangan dilarang ya bu jika balitanya ingin ikut membantu.

Dalam kegiatan apapun, ketika para balita ikut berkontribusi pasti akan memperpanjang durasi pekerjaan. Namun, durasi “domestikan” yang jadi bertambah tak sebanding dengan nilai manfaat yang bisa mereka dapatkan dari kegiatan-kegiatan tersebut. Jadi modalkan sabar dan telaten jika mereka menawarkan diri untuk membantu. Dari sekian banyak kegiatan sehari-hari, kali ini saya akan konsentrasi membahas satu kegiatan saja. Balita ikut melipat baju.

Gunungan baju bersih yang belum terlipat sepertinya nampak layaknya area bermain untuk anak-anak. Mereka berlari dan mendarat diatas tumpukan tersebut. Saya pun membayangkan akan nyaman sekali mungkin mendaratkan diri di tumpukan baju. Apalagi jika bajunya baru diangkat dari jemuran, hangat mataharinya masih tertinggal.

Ketika anak-anak mulai mendekat dan memperlihatkan ketertarikan segera saja tawarkan untuk membantu melipat baju. Kalau saya biasanya akan memilihkan kaos-kaos milik anak yang bentuknya tidak terlalu rumit, sehingga bisa dilipat dengan lebih mudah. Yang perlu diingat juga adalah anak sedang berproses dan belajar. Ajari dan contohkan tapi bila hasilnya belum rapi ya terima saja. Buatkan tumpukan sendiri, rapikan saat mau memasukkan kedalam lemari. Sebaiknya anak tidak meyadari bahwa kita merubah hasil kerjaannya tadi ya. Agar dia merasa dihargai, dan dilibatkan bertanggung jawab atas baju-bajunya sendiri.

Melipat baju tidak hanya akan membantu anak-anak mengembangkan kontrol otot yang lebih baik, tetapi juga memberikan pelajaran dalam ketepatan dan ketelitian. Mematangkan koordinasi mata dengan tangan, serta meletakkan dasar untuk pekerjaan geometri selanjutnya. Beberapa sumber terkait juga menyebutkan bahwa melipat baju adalah latihan yang luar biasa dalam membangun kemandirian, kepercayaan diri, dan keterampilan motorik halus.

Tak menyangka bukan, dengan memanfaatkan aktivitas sehari-hari yang terlihat sepele bisa memberikan banyak sekali rangsangan untuk anak kita. Cukup dengan bersabar, menerima, dan bersenang-senanglah dengan apa yang mereka lakukan. Toh semakin cakap dia pada kegiatan ini kita juga yang akan diuntungkan. Anak bisa membantu melipat baju. Meringankan tugas kita bukan?





Community Verified icon

Uncategorized

Cita Rasa yang Berubah

Apa kabar ibu?

Tetap semangat mengatur uang belanja ya bu?

Bawang naik, telur naik, daging ayam juga naik? Naik apanya? Tentu saja harganya😁

Kalau minya goreng bukan naik lagi ya namanya, tapi terbang melayang.. wkwkk

Weekend kemarin kami menikmati wisata kuliner di depot nasi Padang. Depot ini terletak di daerah kos kami dulu. Bisa dikatakan resto langganan lah ya. Untuk kami cita rasa di depot ini masih belum ada yang mengalahkan. Pernah mencoba ke resto padang yang lebih besar, yang semua lauk dihidangkan di meja untuk bebas dipilih. Akan tetapi rasanya masih tetap kalah dengan depot sederhana langganan kami. Saking cocoknya di lidah kami, saat saya nyidam dan muntah-muntah hanya makanan dari resto ini yang bisa saya nikmati.

Sayangnya cita rasa yang selama ini kami banggakan, pekan ini berubah. Masih bisa dinikmati memang, tapi “medok padangnya” kami rasa sedikit memudar.

Suami yang pertama menyadari dan melayangkan protes. Tenaaang protesny ke saya kok, bukan ke pemilik resto. Sebagai istri yang berbelanja sendiri ke kang sayur, saya sangat faham dengan perubahan cita rasa ini. Jika dagangan mereka di bandrol di harga yang sama tapi bahan baku naik semua. Adakah cara selain mengurangi bumbu ini dan itu atau mengurangi kualiatas bahan bakunya?

Pikiran jadi menerawang lebih jauh. Kemarin saat membeli cilok tidak ada lagi gorengan mekar kecil, mungkin itu juga efek dari mahalnya harga minyak.

Memang bukan kali pertama harga kebutuhan pokok naik sebelum bulan puasa. Tapi kali ini sungguh amat berbeda. Lihatlah, efeknya ada dimana-mana. Sepertinya efek paling besar dirasa para penjual makanan. Setelah bangun tertatih pasca pandemi dua tahun ini. Kini mereka masih harus berjuang lagi.

Jadi bagi para konsumen dan penikmat wisata kuliner, mengertilah bila ada cita rasa yang sedikit berubah. Bila ada variasi menu yang menghilang. Selama masih bisa dinikmati tetaplah dilarisi. Agar berputar roda ekonomi.

Selama rempeyek udang di depot nasi padang masih digoreng, saya rasa saya masih bisa menikmatinya.

Uncategorized

Family Time

Family time atau waktu yang dihabiskan dengan keluarga secara berkualitas tentu berbeda dengan jumlah waktu bersama keluarga. Waktu yang dimiliki seorang ibu rumah tangga yang membersamai buah hatinya dua puluh empat jam, belum tentu lebih berkualitas dibanding waktu yang disediakan ibu bekerja. Kenapa? Karena bisa saja si ibu rumah tangga terlalu sibuk memasak, mencuci piring, dan puluhan pekerjaan domestik yang memang tidak ada habisnya. Belum lagi aktivitas olahraga jari berupa scrolling medsos yang membuat tidak sadar kalau sudah banyak waktu yang terbuang.

Untuk menghindari hal tersebut. Saya sengaja mengalokasikan waktu untuk benar-benar membersamai anak-anak tanpa disambi apapun serta meminimalkan memegang gawai. Saat waktu membersamai, gawai selalu menggoda digunakan untuk mengabadikan momen-momen lucu si buah hati. Tidak haram dan tidak terlarang memang, tetapi sependek pengalaman saya hal ini juga hatus dibatasi agar tidak mengurangi kualitas dan durasi kita membersamai mereka.

Apakah durasinya harus berjam-jam? Tidak. Kalau untuk saya cukup satu jam. Alasannya karena anak-anak juga butuh mengeksplorasi waktu mereka. Mereka butuh menikmati waktu mereka bebas bermain sendiri. Selain itu juga agar saya tetap bisa mengerjakan hal lain, bisa mengerjakan pekerjaan domestik, serta mempunyai waktu untuk diri saya sendiri.

Selain untuk diri sendiri, secara tidak langsung saya juga “mengaturkan” waktu berkualitas untuk Suami. Terkadang bapack-bapack ini saat libur pun tetap sibuk dengan gawainya, memantau pekerjaan. Berikut ini hal-hal yang dilakukan suami saat membersamai anak-anak tanpa menyambi apapun.

– Bermain Bersama

Bermain adalah dunia paling menyenangkan dan paling relate dengan anak-anak. Sepertinya tidak ada anak yang menolak diajak bermain. Banyak sekali permainan yang bisa dilakukan bersama ayah. Bermain ular tangga, membuat menara dengan rainbow domino, bermai mobil-mobilan, dll.

– Membaca Buku

Tidak hanya di hari libur, membaca buku bersama ayah bisa dilakukan setiap hari. Tak perlu lama, cukup 15 menit saja. InsyaAllah selain menambah kedekatan juga menambah kosa kata dan pengetahuan.

– Mencuci Kendaraan Bersama

Mencuci kendaraan bersama balita memang merepotkan dan memakan waktu lebih lama. Saat hari libur dan tidak diburu waktu, kegiatan mencuci kendaraan bersama akan membuat anak berbinar dan bahagia. Ditambah bonus stimulus sensori dengan bermain busa. Selain bermain juga mengajari mereka mengerjakan beberapa pekerjaan keseharian.

– Berkendara

Perjalanan dengan anggota keluarga adalah hal yang dinantikan anak-anak di hari liburnya. Mereka selalu antusias bertanya kemana kita hari ini. Tak melulu harus pergi ke tempat wisata. Berkendara melihat jalan dan tempat-tempat baru juga merupakan pengalaman yang seru.

Itulah beberapa kegiatan favorit anak-anak dengan ayahnya. Sementara quality time anak-anak dengan mamanya akan dibagikan dikesempatan lain. Serasa ada yang nungguin aja, hehehehe

Uncategorized

Si Demam, Musuh atau Teman?

Hei demam, kenapa akhir-akhir ini rajin sekali menyambangi?

Mana datangnya tak sendiri.

Hampir selalu mengajak batuk dan pilek menyertai.

Untuk anak pertama kami, kalian memang tidak terasa asing lagi.

Sedari bayi dia sudah pernah kalian jangkiti.

Tapi untuk anak ke dua kami, sungguh PR membuatnya mengerti.

Kenapa hidungnya mampet susah bernafas, dan tenggorokannya tersiksa karena batuk yang bertubi-tubi. 

Suatu siang, saat berita penyebaran virus omicron semakin meluas. Fadhil pulang sekolah dengan lemas, badannya panas dan sesekali dia terbatuk. Demam kali ini sepertinya membuatnya benar-benar tidak nyaman. Fadhil langsung tidur setelah berganti baju. Walau belum jelas ini omicron atau bukan, kami segera memakai masker. Begitupun dengan Adiknya, Nadhira. Kami memakaikannya masker. Beruntung anak-anak sudah terbiasa memakai masker. Fadhil pun tidak keberatan jika kami bermasker saat mendekatinya. tapi kebiasaan anak-anak minum dari botol yang sama sungguh sulit sekali dikendalikan. Meskipun sudah menyiapkan dua botol, tetap saja adek meminum dari botol kakaknya, dan sebaliknya. Belum lagi Saat kami lengah, Adek mendekati kakaknya tanpa memakai masker.  Adik mendekat untuk mengelus-elus kakanya yang sakit. Akhirnya kami kalah dan membiarkannya karena menyaksikan manisnya perlakuan itu. Beberapa saat kemudian kami menuai akibat dari pembiaran kami ini.

Virus ini cepat sekali menular. Hanya perlu waktu tiga jam, adik pun menyusul lemas, demam, dan batuk. Karena adek belum berpengalaman, susah sekali membuatnya istirahat dengan tenang. Dia bingung bagaimana cara bernafas. Ditambah suhunya yang tinggi semakin membuatnya tidak bisa terlelap tidur. Padahal Menurut saya dan suami, istirahat, banyak minum air putih, dan mengonsumsi makanan sehat adalah peningkat imunitas yang bisa membuat tubuh melawan virus penyebab batuk dan pilek. Seperti yang dikatakan dokter apin dalam akun IG nya @dokterapin bahwa commond cold atau influenza adalah infeksi virus yang akan sembuh dengan sendirinya, daya tahan tubuhlah yang akan mengalahkan virus penyebab salesma. Untuk kajian lengkapnya bisa langsung ke akun IG dokter apin, ya.

Malam itu kami memang diharuskan untuk mau berteman dengan demam. Dikarenakan adek yang suhu tubuhnya mencapai 39℃ berkali-kali muntah setelah minum paracetamol, hingga ia mengeluh lapar. Setelah makan beberapa sendok nasi akhirnya adek berangsur tenang dan memejamkan mata. Kami putuskan tak memberinya paracetamol karena merasa kasihan jika perutnya harus kosong lagi. Malam itu kami lalui dengan kecemasan. Memutuskan tanpa paracetamol padahal suhu mencapai 40℃. Kekhawatiran terbesar kami adalah resiko kejang jika suhu tubuh terlalu tinggi. Kami terjaga sepanjang malam untuk memastikan tidak ada tanda-tanda kejang. Untuk sedikit membuatnya nyaman dan menurunkan suhunya, saya putuskan memakai cara skin to skin. Entah hal ini tepat atau tidak, kami hanya ingin menguatkan imunitasnya dengan istirahat, makan, dan minum. Alhamdulillah di pagi hari suhunya berangsur turun walaupun belum stabil. Pada hari kedua sebisa mungkin kami berikan paracetamol, tetapi berjeda lama dengan waktu makan si adik.

Seperti selentingan berita tentang omicron, virus ini cepat menyebar tapi tidak terlalu lama masa inveksius dan inkubasinya. Pada hari ketiga kakak sudah sehat, disusul dengan adek yang sudah mulai pulih. Hal yang terasa sangat berbeda dengan flu batuk biasa adalah batuk dan pilek di musim omicron ini  cepat sekali hilangnya. Padahal biasanya durasi batuk kakak minimal tujuh hari untuk benar-benar sembuh dan menghilang grok-groknya. Kali ini hanya perlu tiga hari saja batuknya sudah reda dan menghilang.

Demikianlah pengalaman kami yang dipaksa untuk bersahabat dengan demam. Jika biasanya pada suhu 37℃ kami sudah bingung memberi paracetamol, malam itu kami dipaksa bertahan tanpa paracetamol sampai suhu 40℃. Tentu bukan hal yang bisa ditiru, karena suhu tinggi juga beresiko kejang. Tidak diobati bukan berarti dibiarkan. Tetap menajamkan indra, insting, dan berbekal pengetahuan kedaruratan. Jaman sekarang banyak sekali dokter yang berbagi ilmu dengan bahasa yang mudah dipahami.

Uncategorized

Aku dan Gawaiku, yang Mulai Tidak Sehat

Gawai atau yang lebih sering disebut gadget sepertinya sudah mulai merangsek dari kebutuhan sekunder tersier menjadi kebutuhan primer. 

Untuk saya HP adalah perangkat gadget yang paling membuat candu. Mudah dibawa, dan terasa semua hal ada di genggaman. Bisa belanja, bisa jualan, dan tentunya melakukan transaksi keuangan dengan gerakan jempol saja. 

Segala informasi dan hiburan tersedia. Mulai dari yang syarat manfaat dan berfaedah. Sampai yang bersifat sia-sia, bahkan bisa menjadi jalannya dosa. Yup, ponsel pintar ini tergantung penggunanya. Bisa saja ponselnya pintar orangnya juga jadi tambah pintar setelah menggunakannya. Tapi tak jarang juga ponsel pintar ini malah menyesatkan penggunanya sehingga menjadi kurang pintar. Saya termasuk yang mana? Entahlah, pengennya sih ngeklaim kalau termasuk yang tambah pintar. Wkwkkwkw….

Saya belum pernah menghitung secara pasti berapa waktu yang saya habiskan untuk menggunakan gadget ini dalam sehari. Kalau kamu, pernah ngitung gak?

Alasan saat saya “kudu” banget membuka gadget adalah:

  1. Cek wa, adakah pesan penting untuk saya.
  2. Kegiatan jual beli
  3.  Mencari ide kegiatan anak
  4. Mencari resep masakan
  5. Riset untuk membuat konten di blog

Akan tetapi tak jarang, atau katakanlah sangat sering berakhir dengan:

  1. Scroll WAS teman dan komen sana sini dengan niat silaturahmi
  2. Membuka IG, 10% cari ide kegiatan 90% scroll feed ig dan tengok selebgram dengan dalih konten yang saya lihat juga mengandung edukasi dan isnpirasi
  3. Mencari tutorial memasak 10 menit, 60 menit melihat konten lain di you tube dengan dalih self reward, hiburan nonton stand up
  4. Setelah berhasil mendapatkan jurnal ilmiah, tidak langsung dibaca. Simpen aja sampai jamuran. Trus cuss buka aplikasi drama korea. Kalau yang ini biarkanlah tak berdalih. Wkwkkwkw.

Dari sini saya belum menyadari bahwa hubungan saya dengan gadget sudah tidak sehat. Sampai suatu hari saat wifi rumah mengalami trouble. Saya bingung sekali. Bentar-bentar cek HP. Scroll ini itu padahal tak ada jaringan internetnya. 

Setelah menyadari hal itu saya segera mencari tau ciri-ciri hubungan dengan gadget yang tidak sehat. Salah satunya adalah kebiasaan makan sambil nonton you tube. Masak bahkan cuci piring sambil dengerin podcast. Sebenarnya sah-sah saja jika yang didengarkan adalah konten edukasi. Masalahnya tak jarang juga yang saya dengarkan adalah vlog atau podcast tentang masalah hidup orang lain. Bukannya sama sekali tidak ada manfaatnya. Tentu ada jika dicari sedemikia  rupa. Tapi masalahnya tidak ada urgensinya untuk kehidupanku.

Setelah mengakui ada yang tidak beres, tidak sehat, dan tidak normal. Langkah berikitnya adalah mencari solusi. Membuat jam online, atau mensyaratkan harus selesai beberapa tugas rumah sebelum membuka HP. Masak sebelum cari resep dan menulisnya untuk masakan esok. Quality time bersama anak-anak minimal 1 jam sebelum mencari ide kegiatan untuk esok hari. Menyelesaikan cuci piring, beres-beres rumah, fan pekerjaan domestik lain sebelum nonton you tube. Membaca beberapa artikel riset untuk konten blog, sebelum membuka HP untuk riset bahan baru.

Memulai hal baru dan mendisiplinkan diri memang berat, tapi lebih berat lagi komitmen untuk konsistennya. 

Semoga dengan menuliskan ini, saya selalu ingat pernah ada diposisi ini, dengan semangat memperbaiki diri.

Uncategorized

Empat Permainan Plastisin, spontan tidak perlu persiapan!

Saya mungkin termasuk golongan ibu yang lebih memilih plastisin atau pasir ajaib untuk media stimulasi sensorik. Dibanding media lain seperti slime, pasir ajaib dan plastisin lebih mudah dibentuk. Tetapi masih bisa digunakan untuk stimulasi indra peraba dengan tekstur uniknya.

Ketika mengajak anak-anak bermain dengan plastisin yang ada di benak saya hanya stimulasi sensori peraba, dan penglihatan dengan aneka warnanya. Namun, tujuan utama saya saat bermain ini adalah menghadirkan waktu berkualitas dengan si adik saat kakaknya sekolah. Bermain bersama, itu saja intinya. Jika ada manfaat lain, anggap saja itu sebagai bonusnya.

Beberapa waktu lalu saya mengajak adek Nadh bermain dengan plastisin. Tanpa banyak persiapan, hanya menggunakan apa yang dilihat dan apa yang terlintas di benak saya. Mungkin permainan kami ini bisa dijadikan alternatif bagi bunda dan buah hatinya untuk mengisi waktu di rumah. Berikut empat permainan kami yang melibatkan plastisin.

  1. Masak-masakan

Saat adek mengambil box masak-masakan, saya berinisiatf mengambil plastisin untuk dijadikan bahan yang diiris-iris. Selain itu plastisin juga bisa dibentuk menjadi replika makanan. Pizza misalnya, doughnya dari plastisin warna coklat kemudian pepperoni dari plastisin warna merah, jamur dari warna putih, paprika dari warna kuning, dsb. ini. Bisa juga membuat telur mata sapi dari plastisin putih dan kuning.

Banyak sekali bentuk makanan yang bisa kita eksplor dari plastisin. Silahkan berkreasi sesuka hati, Bunda!

2. Membuat bola kecil warna-warni

Membentuk plastisin menjadi bentuk bundar tentu terasa sangat biasa. Si Adek malah enggan melakukannya. Enggan mencuil plastisin kemudian memutar-mutar dengan kedua telapak tangan supaya berbentuk bola. Maka saya ambil kukusan magic com sebagai tempat meletakkan bola hasil karyanya. Ternyata yang semula enggan berubah jadi ketagihan, hehehehe.. 

Setelah semua lubang kukusan terisi, saya lanjutkan dengan mengambil bola-bola ini menggunakan capitan. Tujuannya biar mainnya tambah lama saja sih, hehhehe. Semisal dengan kegiatan ini ternyata bisa melatih motorik halus atau kasarnya, ya Alhamdulillah kan bund?

Mohon maaf untuk part capit mencapit ini tidak terfoto, semoga dijelaskan dengan kalimat-kalimat ini sudah bisa mewakili ya.

3. Menempelkan buah ke pohon

Anda hanya perlu menggambar pohon, dengan dahan yang tidak berdaun dan berbuah. 

Gunakan plastisin sebagai daun atau buah. Minta anak menempatkan di dahan mana daun itu akan diletakkan. Kemudian minta anak untuk menekannya supaya daun menempel dan tidak jatuh.

4. Kenalan geometri

Kalau yang ini sedikit perlu persiapan ya Bunda ….

Untuk membentuk geometri diperlukan stik dan plastisin. Kita bisa menggunakan sedotan, stik eskrim, atau bahkan lidi yang telah dipotong dan dipastikan aman untuk dipegang.

Cara bermainnya dengan membentuk sisi-sisi dari stik. Kemudian, digabungkan dengan plastisin di setiap sudutnya.

Karena judulnya perkenalan, maka jelaskan bentuk apa yang sedang kita buat. Setelah selesai sesi perkenalan geometri, bebaskan anak membuat aneka bentuk sesuai keinginannya. 

Cukup sekian penjelasan dari permainan receh dan seadanya dari markas kami. Semoga bisa diambil manfaatnya, jika ada… hehehehhe. Selamat bermain dengan ananda. Sampaikan salam hangat saya untuk mereka. 

Markas kakak adek

12 Maret 2022

Uncategorized

Mengasah logika dengan Unplugged Coding

“Agama tanpa logika Lumpuh”

“Logika tanpa agama Buta”

Dua kalimat yang tertulis di salah satu poster besar saat penyambutan santri baru di madrasah saya dulu. Dua diantara puluhan kalimat lain yang saya baca saat itu. Entah mengapa dua kalimat ini begitu menempel di ingatan saya.

Mungkin karena saya setuju dengan kalimat tersebut. 

Kalimat yang semakin kesini semakin terasa amat relevan. Beberapa waktu yang lalu misalnya, banyak sekali fenomena prinsip yang sepertinya masuk akal dan sesuai logika. Akan tetapi jika ditelaah lagi akan sangat bertolak belakang dengan prinsip kehidupan. Sebut saya fenomena child free, berbagai alasan dikemukakan oleh orang yang memiliki prinsip ini. Terdengar baik dan sangat masuk akal. Tapi…

Bagaimana jika dulu orang tuanya memiliki prinsip child free juga, mungkinkah dia ada di dunia saat ini? Tidakkan dia bersyukur dengan kehidupan dan keberadaannya kini?

Begitupun dengan kalimat satunya, agama tanpa logika memang akan lumpuh. Dengan banyaknya khilafiah, banyak perbedaan ulama dalam menghukumi sesuat. Maka dalil naqli yang berupa akal dan logika bisa dijadikan filter. Hukum mana yang sejalan dengan nilai kehidupan dan keadaan lingkungan kita. Dengan catatan, hukum yang kita pilih juga merupakan hasil dari ijma’ para ulama.

Sebagai ibu, salah satu peran penting saya adalah menstimulasi anak-anak dengan ilmu agama dan mengasah logika mereka. Walaupun masih jauh dari sempurna, terselip harapan semoga proses saya membersamai mereka bisa dijadikan bekal hidupnya.

Untuk memudahkan saya mengasah logika mereka, saya menggunakan beberapa media. Salah satunya adalah buku. Seperti yang disebutkan di judul, buku Unplugged Coding ini saya rasa bisa digunakan untuk mengasah logika anak-anak. 

Awalnya otak saya selalu mengidentikkan kata coding dengan kode biner 0-1 yang digunakan untuk pemrograman komputer. Sungguh pusing sekali jika harus mempelajari ini, karena semasa saya SMA dulu bab coding di pelajaran TIK benar-benar terasa sulit. Ternyata buku coding untuk anak-anak ini jauh dari kesan itu. Bahkan terkesan lucu dengan gambar-gambar yang ada di dalamnya.

Dalam buku unplugged coding, level kesulitan dibagi menjadi tiga. Level mudah dimulai untuk usia 5 tahun. Semacam “pemanasan” untuk anak-anak usia ini. Coding yang digunakan cukup mudah tapi tetap terasa pengasahan logikanya.

Ukuran buku yang besar, memudahkan anak-anak untuk mengerjakan soal-soalnya. Diselingi dengan lembar mewarnai menjadikan anak tidak bosan, mungkin bisa sekaligus menyeimbangkan otak seninya. Kenapa mungkin? Ya karena ini hasil cocoklogi saya semata, hehehhe.

Kadang merasa sayang jika buku ini hanya bisa dikerjakan sekali saja. Karena bukunya memang bukan buku tulis hapus yang bisa dipakai berkali-kali. Untuk mengakalinya, saya pakai lakban transparan supaya bisa dikerjakan dan dihapus. Maklum ya ibu-ibu hemat, hehehe. Tentu tidak semua aktivitas bisa dilakban seperti ini. Lembar mewarnai misalnya, tidak puas rasanya jika mewarnai berakhir dengan dihapus lagi. 

Yang saya suka adalah konten aktivitas yang diselingi pengetahuan. Karena buku ini pula saya lebih sering menjelaskan tentang arah. Kanan, kiri, atas, dan  bawah.  Banyak aktivitas coding di buku ini yang menggunakan panah sebagai penunjuk arah. Menurut saya, belajar arah ini akan semakin memantapkan kemampuan pra membaca anak. Namun, hal yang utama dari semua itu adalah anak belajar, mengasah logika tetapi merasa enjoy dan tidak tertekan. Belajar dengan suka rela. Merasa belajar hanya bermain saja.