Kegiatan Fadhil

Origami Baby Shark

Hai!

Kali ini saya akan berbagi tentang ide kegiatan saat membersamai buah hati. Kami membuat origami sederhana. Tujuan utama tentu untuk bersenang-senang dengan anak-anak. Namun, ternyata origami ini memiliki beberapa manfaat lainnya. Disebutkan origami dapat melatih motorik anak, koordinasi indra, melatih kesabaran, melatih tingkat frustasi, dan melatih anak melakukan detail perintah.

Alat bahan yang harus disiapkan gampang kok :

1. Kertas origami (bisa diganti kertas biasa, asalkan berbentuk persegi)

2. Lem

3. Gunting

4. Spidol

Cara membuat:

1. Lipat kertas menjadi empat lipatan seperti digambar

2. Buat pola seperempat lingkaran. Kemudian minta anak untuk memotong sesuai pola

3. Buka lipatan sehingga muncul bentuk setengah lingkaran. Letakkan sisi lengkung sebagai bagian bawah dari tubuh si shark ini.

4. Memasang sirip dan ekor menggunakan lem

5. Menggambar mata, mulut, dan ornamen lain sesuai keinginan anak. Turutin aja ya bund, maunya apa. Walau akan terlihat kurang estetik.

6. Baby shark siap dimainkan, akan lebih seru bila divideokan dengan fitur ig story dengan lagu dan tamplate baby shark

Catatan :

Seluruh langkah tadi bisa dilakukan anak umur lima tahun dengan bimbingan orang tua. Untuk anak umur 2 tahun, sudah bisa mulai diajari melipat, menggunting, dan memakaikan lem serta menempel.

cerita mama

Kisah Panjang Perempuan Manja yang Dewasa di Perantauan

Pernah mendengar quote “merantau mendewasakan?” Saya setuju dengan kalimat tersebut.

Designed by me

Pertama kali berangkat merantau adalah saat kuliah. Tidak jauh memang, seputaran jawa timur saja. Naik bis lima jam sampai kota tujuan. Seminggu awal ditempat rantau rasanya ingin terbang pulang. Tiga kali sehari telpon Bapak. Saat itu Bapak menasehati bahwa memang seperti itu rasa merantau untuk dua minggu awal, selalu ingin pulang. Namun, saya tetap merajuk. Senjata pamungkas Bapak adalah menantang, “ya sudah silahkan pulang, kuliah disini saja.” Bukan saya meremehkan perguruan tinggi di kota kami. Tapi jurusan yang saya minati tidak ada disana. Jadilah setelah ancaman itu, saya tidak lagi merajuk. Menikmati beradaptasi dengan dunia baru, lingkungan baru, dan kebiasaan baru.

Untungnya di surabaya ada keluarga paklek. Saya ponakan manja yang sering minta dijemput. Teringat benar paklek berjuang menjemput setelah beliau pulang kantor. Kenapa berjuang? Karena jalanan dekat kampus saya selalu macet. Kebetulan saat itu juga bulan puasa. Mendekati jam berbuka macetnya lebih dari luar biasa. Jadi tak jarang saya membuat paklek harus berbuka ala kadarnya di jalan sambil menikmati kemacetan.

Setelah kurang lebih satu bulan, saya tidak kuat lagi bertahan tanpa kendaraan. Maka si manja ini merepotkan saudara lagi. Saudara yang saat itu kuliah di surabaya, saya minta membawakan motor saya dari ponorogo. Setelah ada motor semua terasa membaik. Kegiatan tak hanya monoton kuliah, belajar, praktikum. Sesekali saya bisa berjalan-jalan melepas penat.

Motor juga membuat saya bisa mencari tambahan uang saku, menjadi guru les privat. Lumayan, dalam seminggu bisa 3-5 kali mencari tambahan uang saku ini. Merantau mendewasakan saya untuk bisa mengatur keuangan. Jatah yang dikirim bapak untuk hidup di kota besar harus dikelola sedemikian rupa. Saya pernah berada di titik, uang tinggal empat ribu. Maka sarapan dengan kecap dan pilus sering saya alami. Tapi sayangnya bisa mengatur keuangan ala saya terbatas hanya pola konsumtif saja. Artinya uang harus cukup untuk sekian hari. Sampai sekarang pun saya masih kesusahan untuk menabung apalagi investasi. Ya setidaknya saya bisa menghindari hutang. Beli-beli online ke teman pun sebisa mungkin segera saya bayar. Karena menurut saya hutang akan mengurangi nyenyaknya tidur, hehehe.

Selain latihan mengatur uang, saya juga belajar menikmati momen. Rasa kangen kampung halaman selalu ada, bahkan sampai bertahun-tahun setelah merantau. Saat mendekati hari yang direncanakan untuk pulang, selalu menjadi hari yang menyenangkan. Dengan semangat saya menggeber motor kesayangan ke terminal. Mencari bis bergambar panda, dan melalui lima jam yang menyenangkan. Kadang tertidur, kadang melamun, kadang membaca buku. Dulu HP belum secandu sekarang. Tahun 2010-an fungsi HP hanya untuk sms, telfon, foto, facebook, dan game ular. Anehnya saat terlalu lama di rumah, saya merindukan surabaya dengan berbagai aktivitasnya. Saya ingat pernah curhat dengan seorang ustadzah, kenapa ketika di surabaya sangat ingin pulang. Namun, ketika di rumah juga merindukan surabaya. Beliau menjawab, berperanlah dan nikmati sepenuhnya dimanapun kamu berada. Saat di rumah maksimalkan berbakti kepada bapak dan melakukan apa yang ingin dilakukan saat libur. Begitu juga saat di surabaya, maksimalkan belajar dan menghayati setiap kegiatannya. Agar bahagia di rumah, bahagia juga dirantau.

Setelah selesai kuliah, saya melanjutkan merantau ke kota sebelah. Menjadi pengajar salah satu sekolah di gresik. Walaupun memang dekat sekali dengan surabaya, tapi saya tetap perlu beradaptasi. Satu-Dua bulan awal saya lalui dengan ikut nyantri di pondok tersebut. Jadi konsep sekolahnya adalah LPI atau lembaga pendidikan islam. Sekolah formal berbasis agama. Namun, juga disediakan pondok pesantren untuk mereka yang ingin mondok ala pesantren NU. Saya Hanya bertahan dua bulan karena alasan kesehatan, atau mungkin itu hanya alasan. Hihihi…. Saya mungkin tidak cocok lagi dengan sistem yang kemana-mana harus melalui perizinan yang ketat. Akan tetapi dua bulan yang singkat ini, mungkin salah satu sarana latihan saya sebelum menjadi istri dan ibu. Dimana langkah kaki tidak sebebas dan seringan saat masih bujang. Alhamdulillah kini saya menikmati keadaan dimana untuk pergi ke kamar mandi saja harus izin dengan anak-anak saya. Sungguh perizinan yang lebih ketat bukan?

Setahun menjalani aktivitas di gresik, saya memutuskan pulang ke ponorogo. Alasan saat itu saya ingin lebih dekat dengan Bapak. Ingin menikmati waktu di rumah. Teringat cerita guru SMA dulu. Beliau mengatakan bahwa kuliah adalah gerbang awal keluar dari rumah. Kuliah-kerja-kemudian menikah, maka rumah masa kecil akan menjadi rumah yang disambangi saat senggang saja. Bukan lagi rumah yang setiap hari menjadi tujuan pulang. Kembali ke ponorogo benar-benar tanpa persiapan yang matang. Saya tidak berfikir akan sulit mencari kerja tanpa punya “orang dalam”. Di gresik saya mencari kerja tanpa orang dalam, diterima bahkan sebelum ada ijazah resmi. Maka dengan kepedean tingkat tinggi saya merasa tak akan sulit mencari pekerjaan di ponorogo. Ternyata tidak ya pemirsa! Saya menyebar lebih dari 20 lamaran, door to door ke sekolah. Setelah beberapa minggu mencari akhirnya saya menemukan lowongan pekerjaan di salah satu bimbel di ponorogo. Setelah itu barulah jalan terbuka. Ada tawaran mengikuti seleksi untuk menjadi guru di salah satu SMPIT berkat seorang kenalan. Disini sata belajar bahwa menjalin silaturahmi dan pertemanan yang baik itu sangat penting. Apalagi kalau kamu pulang dari perantauan, dan tidak tahu bagaimana bursa lapangan pekerjaan di kota asalmu.

Setelah lelah bekerja di tiga tempat (bimbel, sekolah, dan radio). Akhirnya Allah mempertemukan dengan takdir saya selanjutnya. Jodoh! Takdi yang membawa saya meuju episode merantau selanjutnya. Inilah merantau yang banyak mendewasakan saya. Saya harus belajar banyak hal. Sebelum menikah, jangankan memasak belanja sayur pun jarang saya lalukan. Merantau dengan keluarga kecil ini membuat saya dengan suka rela belajar memasak. Belajar mengatur uang belanja, belajar menikmati kehidupan ibu rumah tangga. Karena tak berselang lama Alhamdulillah Allah anugerahkan putra kepada kami. Saya pun harus belajar menjadi ibu, belajar tentang nutrisi untuk anak, belajar tentang stimulasi tumbuh kembang, dan paling penting belajar agar tak salah bersikap sebagai seorang ibu.

Mungkin jika saya tidak ikut merantau dengan suami. Belajar memasak belum tentu saya lakoni, karena masakan uti sudah terjamin memanjakan lidah.

Mungkin jika tidak ikut merantau. Saya belum terbiasa nyebokin anak, memandikan anak, dan semua detail kecil yang berhubungan dengan anak. Karena bisa jadi ada yang saya andalkan untuk mewakili saya melakukan itu semua. Saya bisa bilang seperti itu karena memang seperhatian itu uti dan akung pada cucu-cucunya.

Mungkin jika saya tetap di kampung halaman, tak kan saya rasakan post power syndrom yang kemudian menjadi sebab yang mempertemukan saya denga ibu profesional. Karena awalnya saya tertarik dengan value menjadi istri dan ibu yang baik bisa sejalan dengan jati diri kita. Menemukan passion agar binar diri sebagai perempuan tetap berpendar.

Inilah kisah panjangku tentang “merantau”. Jika ia mendewasakan saya, belum tentu seperti itu pula untuk kamu. Mungkin kamu bisa bertumbuh dewasa oleh keadaan disekitar kamu tanpa harus jauh ke kota rantau sepertiku. Mari berbahagia dengan jalan apapun yang Allah siapkan untuk mendewasakan kita.

Malang,

Ramadan 1443 H.

Uncategorized

Anak Muda yang Baik Hatinya

Cerita ini terjadi sekitar 3 tahun lalu, saat Fadhil masih berumur dua tahun.

Sudah beberapa hari ban motor saya kempes dan belum sempat ditambal. Saya sebenarnya tidak terlalu butuh motor karena keseharian saya di rumah saja. Tidak perlu keluar jauh. Toko bisa dijangkau dengan jalan kaki, pak sayur bahkan mau dipanggil sampai depan gerbang. Satu-satunya alasan saat itu adalah saya butuh motor untuk mengajak fadhil keliling. Dengan maksud menidurkannya di siang hari. Mengalihkan dia agar tidak minum ASI karena saat itu adalah proses penyapihan.

Saya ingat betul waktu itu bertepatan dengan beban kerja suami di kantor yang berat. Akhirnya saya berinisiatif untuk membawa motor itu ke tukang tambal ban sendiri agar tidak menambah beban suami.

Jarak dari rumah sampai ke bengkel itu kurang lebih satu kilo meter. Saya bulatkan tekat berangkat jalan kaki sambil menggendong Fadhil. Resikonya pertama tentu saja banyak tetangga yang bertanya, mau kemana? Motornya kenapa? Saya jawab jujur kalau motor saya bocor dan sekalian mau ke mini market di dekat bengkel.

Rencana berjalan lancar, Fadhil anteng dan tidak rewel dalam gendongan. Saya pun sudah berjalan kurang lebih tiga ratus meter.

Tiba-tiba ada anak berseragam SMA menghampiri saya. Dari atas motor dia bertanya saya mau kemana, dan motor saya kenapa. Dia menawarkan agar saya naik motornya dan dia yang akan menuntun motor saya sampai bengkel. Saya sempat menolak karena takut dia terlambat. Namun, si anak baik hati ini bersikeras untuk menolong.

Sebenarnya saya juga melihat dia saat melintas disamping saya dengan kecepatan tinggi. Lalu berputar arah dengan kecepatan tinggi juga. Ternyata ia berputar karena mau menolong saya.

Saya terima niat baik anak ini lantas menaiki motornya. Dia menuntun motor saya setengah berlari. Ya Allah.. saya tidak tega, seperti ya anak ini sedang terburu-buru. Saya dekati dengan motor lalu saya berkata, “sudah cukup dek, udah deket biar saya lanjutkan.” Tapi dia tidak mau, dan malah bercerita sambil lari. Cerita kalau dia akan mengikuti try out dan meminta didoakan agar try out dan UANnya lancar.

Sesampainya di bengkel anak itu bergegas, saya tak sempat menanyakan namanya. Untuk anak muda baik hati jika mungkin kamu membaca tulisan ini saya sangat berterima kasih. Saking terharunya saya berdoa semoga Fadhil yang ada dalam gendongan saya saat itu memiliki kelembutan hati seperti kamu. Yang sebenarnya bisa saja mengacuhkan kami, toh sepanjang jalan tadi juga banyak yang hanya berbasa basi. Mereka tidak salah, karena saya juga enggan ngrepoti.

Tapi si Anak baik hati kembali. Memutar arah setelah melewati kami. Di waktu yang mungkin sempit dan terburu-buru.

Nak… doaku bukan saja kamu lulus ujian nasional. Semoga kamu bisa masuk perguruan tinggi yang kamu inginkan. Hidup dengan bersinar dan sukses saat memasuki jenjang karir. Diberikan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah saat memutuskan berumah tangga nanti

Berbekal kebaikan hati itu, semoga Allah selalu mempermudah langkahmu wahai anak muda baik hati.

Uncategorized

Puasa hari ke-3, mbah yut berpulang

Hari pertama aku berpuasa setelah suci. Fadhil juga masih latihan puasa, masih buka jam 10.00. Tulisan ini sepertinya akan lebih banyak menjadi media healing saya. Sumbatan perasaan beberapa hari terakhir. Memang sengaja di publish supaya bisa dibaca anak-anak saya nanti.

Pukul 15.00 saat zia menelfon saya dan menangis. Mengabarkan bahwa mbah yut sudah berpulang keharibaan Allah SWT. Entah perasaan apa yang saya rasakan. Ada kelegaan disana, karena mbah yut tak perlu merasakan sakit lagi. Dua tahun terbaring tanpa bisa melakukan apa-apa, terasa sudah cukup menyiksanya. Apalagi setahun belakangan ini, pasca covid. Keadaannya semakin memburuk. Beliau tak leluasa lagi untuk berkomunikasi. Berbicara pun terlihat membutuhkan effort yang besar. Mbah yut dirawat oleh bulek min ditahun awal, tahun kedua bulek pun sakit. Selanjutnya mbah yut dirawat oleh bulek nar yang tinggal di bancangan, lumayan jauh dari rumah kami di bajang. Juga oleh mbak sulis, kaka ipar saya. Terima kasih ya, Mbak…. kebetulan mbak sulis adalah perawat profesional. Jadi insyaAllah mbah yut mendapatkan perawatan terbaik selama sakit. Saya?? Sama sekali tidak berperan. Hanya sesekali berkunjung dan mendoakan. Maaf ya yut…. Maafkan Nikma.

Tapi hari itu Allah memberi saya kesempatan. Bertemu mbah yut sebelum beliau pergi. Merapalkan ayat disamping mbah yut yang sudah tak sadarkan diri.

Mbah yut dalam memoriku adalah mbah yang suka berpuasa, gemar beribadah, dan rajin ke masjid. Hampir setiap malam beliau sholat tahajud. Menyebutkan nama kami satu persatu dalam doanya. Mbah yut juga orang yang gampang menangis, pun gampang emosi. Mirip-mirip denganku. Dulu, saat aku cemberut ayah akan memanggilku “putu mbah paniyem” saking miripnya ekspresi cemberut kami.

Biarpun suka marah, tapi mbah yut sangat menyayangiku. Lebih terasa sayangnya saat aku ditinggal ibuku. Ya, mbah yut memang ditinggal anaknya lebih dahulu. Selain ibuku ada 3 anak beliau yang dipanggil Allah terlebih dahulu. Teringat betul, beliau menangis meraung-raung setiap ditinggalkan anaknya. Kini mbah yut sudah menyusul mereka. Semoga Allah memberikan tempat terbaik untuk mbah yut, ibuk, pakpoh-pakpoh, dan budhe.

Memori kebersamaan dengan mbah yut yang melekat kuat adalah saat lebaran. Beberapa tahun sebelum menikah, saya tidak berkeliling silaturahim karena menemani mbah yut di rumah. Tugasnya ya mengisi tempat jajan yang kosong, mengisi teko air yang habis. Mencuci dan mengganti gelas minum. Membuang kemasan minum, dan menggantinya dengan yang baru. Sampai mengejar anak-anak kecil yang tidak mau mendekati mbah yut untuk diberi uang lebaran. Saya “piket” hari pertama dengan suadara sepupu yang juga malas untuk berkeliling, wkwkkwk. Untuk hari ke 2, giliran bulek min yang piket menemani mbah yut, dan saya berkelliling.

Mengingat memori-memori ini lah yang membuat saya menangis. Pandemi dua tahun terakhir membuat kami tidak bisa berkumpul saat lebaran. Kini saat pandemi usai ternyata Allah memanggil mbah yut. Entah setelah ini dimana kami akan beekumpul saat lebaran datang. Tidak ada lagi mbah yut yang duduk di kursi biru menunggu tamu. Tidak ada lagi mbah yut yang menyediakan sarapan untuk semua cucu yang berkunjung dihari itu. Tidak ada lagi kesibukan menata jajan, makanan, dan minuman di malam takbiran. Toples putar itu, toples yang ada sejak aku kecil dulu. Yang keluar satu tahun sekali. Toples kesayangan mbah yut.

Mbah yut berpulang dihari yang baik, bulan yang penuh berkah. Mungkin Allah sengaja memanggil mbah yut dibulan ini karena kegemaran puasa yang beliau lakukan sepanjang hidupnya.

Selamat jalan Mbok e… semoga khusnul khotimah, Allah lapangkan kuburmu, menerima segala amal baikmu, dan memaafkan kesalahan-kesalahanmu. Mbok e sudah tidak sakit kan disana? Tidur yang tenang ya mbok… Semoga Allah juga melindungimu dari siksa kubur. Selamat jalan Mbok e.. Alfatihah…

Uncategorized

Hari Ke-Dua Ramadhan 1443 H, 04-April-2022

Ceita sahur sama seperti hari sebelumnya. Tapi Alhamdulillah Fadhil tidak muntah. Fadhil tetap mengeluh haus dan lapar, tapi dia sudah menemukan keseruan puasa. Dia bercerita aku suka berpuasa, seru katanya. Mungki sensasi makan setelah dia menahan keinginannya lah yang membuat seru.

Agenda kami hari ini adalah berkunjung ke rumah bajang, rumah masa kecil saya. Seperti hari sebelumya, Fadhil hanya menahan haus dan lapar sampai pukul 10.00. Bedanya karena di rumah bajang banyak teman, hari ini fadhil berbuka sekali saja. Jam 15.00 saya yang menawarkan minuman, karena suhunya naik setelah bermain dan berlari kesana kemari. Masih ada rasa khawatir Fadhil dehidrasi ketika latihan puasa. Emak tidak tega.

Kebetulan di rumah bajang, mbah yut sedang mengalami fase kritis. Mbah yut memang sudah terbaring sakit dua tahun terakhir. Hari ini sudah hari ke tiga, mbah yut cuma ngorok saja. Di bajang ada lima0 rumah keluarga berjejer. Rumah saya, rumah kakak saya, rumah bulek, rumah paklek, dan rumah mbah yut. Fadhil nadhira lebih suka di rumah kakak saya, karena banyak sekali mainan sepupunya. Jangan pikir sepupunya masih balita ya! Ponakan saya itu sudah kelas empat SD, dan kelas dua mantingan. Tapi emmang masih banyak mainan, hehehhe.

Sembari anak-anak bermain, saya sempatkan berbincang dengan bulek yang juga sedang sakit. Kemudian ke tempat mbah yut membacakan surat Ad-Dukhon. Mengharap Allah mudahkan proses apapun yang terbaik untuk mbah Yut .

Sorenya kami memutuskan untuk berbuka di rumah Bapak. Ya… bapak memang tinggal di rumah lain. Di jalan sulawesi. Syaa mengajak serta dua keponakan yang merindukan akungnya. Apalagi yabg dari mantongan, dia bilang belum sempat bertemu akung. Maka kami berangkat kesana dengan membawa es degan, dan lontong sate sebagai hidangan untuk berbuka bersama nanti.

Cucu Akung Basuki

Alhamdulillah waktu berbuka tiba, Fadhil yang menahan makan dari jam 10.00 juga antusias sekali. Ditambah ada hadiah boneka boba dari uti. Saya bilang saja itu hadiah latihan berpuasa.

Uncategorized

Puasa Hari Pertama 1443 H 2022M

Tahun ini usia Fadhil lima tahun. Saya dan suami memutuskan sudah saatnya Fadhil belajar puasa. Membiasakannya ikut makan sahur, kemudian menahan makan dan minum sampai jam tertentu. Tergantung kekuatannya. Setelah itu dia akan menahan tidak makan dan minum lagi sampai berbuka.

Sehari sebelum puasa fadhil ikut kegiatan menyambut Ramadan di sekolahnya. Sampai di rumah kami juga mengajaknya menghias rumah. Tujuannya adalah menarik minatnya, membuatnya merasa bahwa ramadan adalah spesial. Berbeda dengan bulan lainnya.

Jujur, menghias rumah ini juga perjuangan untuk saya. Rencananya di hari yang sama kami akan mudik. Jadi saya harus mempersiapkan baju, mainan, dan keperluan lain yang akan dibawa. Namun, demi mengajak Fadhil dan Nadhira bersuka cita menyambut Ramadan waktu harus diluangkan.

Alhamdulillah tahun ini kami mengawali ramadan di kampung halaman. Dimulai dengan sholat tarawih. Fadhil berangkat bersama ayahnya. Saya tidak ikut karena sedang berhalangan. Sepulang dari masjid saya tanya apakah Fadhil ikut sholat? Ternyata dia sholat dari awal sampai akhir, dan mengadu kepada saya, “mama sholatnya banyak! Sholat lagi, sholat lagi, sholat lagi. Aku capek!”

“Itu namanya Sholat taraweh Mas, Sholat sunnah yang adanya hanya di bulan ramadhan. Cuma satu bulan tok boleh sholat taraweh.” Lumayan, satu dialog tentang agama bisa tersampaikan.

Saat sahur pertama pun tiba. Kami membangunkan Fadhil setelah kami selesai makan. Saya juga ikut sahur dan berniat, siapa tau halangannya selesai subuh ini. Untuk membuat Fadhil membuka mata caranya lumayan mudah, dengan menyalakan tv! Untung di rumah sudah pakai tv digital, jadi ada saluran tv yang menayangkan kartun hampir 24 jam dalam sehari. Ternyata tidak hanya Fadhil yang bangun, si Adek juga ikut terbangun. Mungkin karena belum terbiasa makan di malam hari, Fadhil muntah di sahur pertamanya.

Setelah sahur, Fadhil ikut ayah ke masjid dan saya bermain dengan Adek. Menyuapinya, mumpung lauknya masih anget. Nadhira masih 2.5 tahun. Belum waktunya ikut latihan puasa.

Pulang sholat subuh dari masjid, saya menawarkan Fadhil untuk tidur kembali seperti Adiknya. Tapi matanya sudah terang benderang. Dia tidak tidur lagi. Jam 07.00 pagi Fadhil sudah mengeluh lapar dan haus. Wkwkkwwk…. terlalu pagi, jauh dari perkiraan saya. Hahahaha.

Saya putuskan Fadhil harus menahan minimal sampai jam 10.00 WIB. Pikir saya minimal dia tau rasanya menahan lapar dan haus sampai jam yang ditentukan. Untuk menghiburnya, saya mengajak fadhil naik motor, berkeliling melihat pemandangan sawah dan barisan pegunungan. Pulangnya kami mampir ke pasar sampung. Di pasar, fadhil lapar mata apapun yang dilihatnya dikatakan “sepertinya ini lezat ma,” wkwkkwkw. Bahkan cincau pun membuatnya exited, dikira coklat mungkin ya. Untung Adik bangun siang , jadi saya bisa penuh menemani si Bujang yang latihan berpuasa untuk pertama kalinya.

Kami sampai di rumah masih jam 08.30 dan ternyata lumayan lama untuk menunggu waktu berbuka Fadhil. Semua permainan coba saya tawarkan, mulai dari bermain plastisin, melukis, mewarnai, main air, dll. Tak juga membuat fadhil lupa rasa haus dan laparnya. Fadhil mengeluh haus sepanjang waktu. Jadi berhasil puasa sampai jam 10 saja rasanya sudah juara di hari itu.

Tepat pada pukul 10.00, Fadhil melahap jajan-jajan yang telah ia kumpulkan. Minum susu, air putih, nasi dan lauknya, sampai buah apel pun dia minta. Setelah selesai melahap semuanya Fadhil kembali saya minta menahan haus dan lapar. Ternyata jam 14.00 Fadhil sudah meminta untuk makan ninim lagi, wal hasil saat puasa hari pertama Fadhil malah makan 4 kali dengan antusias dan lahap. Nafsu makannya meningkat drastis. Yang boasanya ogah-ogahan makan, kini dia meminta-minta makan.

Untuk saya ini bukan kegagalan. Toh kontesksnya masih latihan. Saya malah bersyukur, setidaknya Fadhil sudah mau bangun sahur, mau ikut sholat taraweh, dan sediiiiikit mengeti artinya menahan nafsu untuk makan dan minum.

cerita mama, Uncategorized

Jangan Takut?

Benarkah untuk menjadikan anak berani dan percaya diri adalah dengan melarangnya mempunyai rasa takut? Saya rasa tidak.Mengakui dan menerima apapun yang dirasakan anak kecil adalah hal yang harus diusahakan oleh orang tua.

Terkadang terlalu mendambakan anak yang periang, kita melarang anak untuk bersedih. “Cup sayang, Adek jangan sedih, adek gak boleh sedih.” Mendambakan anak yang pemberani dan percaya diri, lantas mendoktrinnya bahwa ia tak boleh takut. “Buang jauh-jauh rasa takutmu nak!”

Menurut saya segala bentuk emosi yang kita anggap negatif, adalah emosi yang tidak mungkin dihindari. Ketika masih kecil kita bisa saja menyiapkan dunia anak yang sedemikian rupa supaya dia selalu bahagia dan selalu memiliki perasaan positif. Namun, ketika ia beranjak dewasa bisakah dunia ini hanya memberikan emosi yang positif saja? Bahagia sepanjang waktu? Berani dalam keadaan apapun? Kita tau pasti bahwa jawabannya adalah tidak.

Lalu kenapa tidak kita terima saja segala emosinya? Membuatnya mengenali apa emosi itu, bagaimana menyikapinya, dan apa yang selanjutnya harus ia lakukan.

Teringat dengan kelas sekolah ibu yang pernah saya ikuti. Pemateri menyampaikan ketika emosi dasar telah dikenali anak, ia baru bisa beranjak ke fase berikutnya. Yaitu memutuskan apa yang selanjutnya harus ia lakukan. Misalnya merubah kecewa menjadi motivasi untuk berusaha lebih keras agar hasil usahanya tak mengecewakan lagi.

Begitu juga dengan perasaan sedih. Walaupun kita anggap sedih adalah emosi negatif tapi ia akan menumbuhkan empati dan simpati. Bukankah aneh jika anak merasa bahagia melihat orang disekitarnya tidak baik-baik saja?

Pun akan aneh rasanya jika anak kita yang kelak akan menjadi dewasa tidak takut melakukan dosa dan hal tercela. Karena ia tidak mengenal rasa takut. Ditanamkan semenjak dini bahwa rasa takut tidak boleh ada dalam kamus hidupnya. Kok rasanya akan lebih menakutkan bila bertemu dengan orang seperti ini ya, Bu?

Namun, bukan berarti kita boleh menakut-nakuti anak ya…. Menakuti anak dengan hantu supaya segera tidur. Menakuti anak ada wewe gombel agar anak tidak main di sungai, dan segala jurus menakuti lainnya agar anak disiplin. Hal itu tetap tidak dibenarkan, karena kita yang memanipulasi ketakutannya.

Percayalah saya pun sedang berusaha, memeluk rasa takut anak saya. Membantunya mengurai tentang ketakutannya. Kemudian bersama-sama mencari cara untuk mengatasinya. Prosesnya tak semudah yang saya tulis disini. Penerimaan terhadap anak laki-laki yang takut ketinggian juga sempat membuat saya frustasi. Karena saya memang bukan ibu peri, kesalahan perlakuan tentu pernah terjadi. Semoga saya termasuk ibu yang mau memperbaiki diri. Semangat nikma, terima kasih telah berani mengakui. Terima kasih untuk takut salah lagi.

Uncategorized

Kue Ulang Tahun ala Nadhira

Hari ini Adek Nadh tidak berulang tahun. Tapi dari siang dia terus merengek minta kue ulang tahun. Menangis sembari mengatakan, “mama atu mau tek.” Apakah saya langsung paham apa itu tek? Tentu saja tidak, wkwkwkkw. Rewelnya semakin menjadi karena saya tidak paham apa yang dia inginkan. Sampai dia memberi clue lanjutan. “Bet de tek, mama” ucapnya masih dengan menangis. Oalah… birthday cake maksudnya.

Setelah memahaminya, saya mengiyakan dan memintanya menunggu ayah pulang. “Nanti ya, beli cake sama ayah” ucapku berharap tangisnya reda. Tapi dia justru semakin rewel. Ternyata dia mau cake nya dibikin sendiri.

Berbekal coklat leleh 40 g dan margarin yang tinggal separuh kemasan, saya niatkan mencari resep kue apa yang bisa dibuat. Dengan alat seadanya pula. Panci kukusan ala kadarnya, serta kocokan telur sederhana.

Akhirnya saya menemukam resep kue coklat kukus. Semua bahannya ada kecuali SP dan vanili. SP saya ganti dengan baking powder, dan vanili sengaja tidak saya sertakan. Coklat bubuk saya juga tidak punya, maka saya ganti dengan susu coklat bubuk.

Hal lain yang berbeda dengan resep adalah alat pengaduknya. Saya tidak punya mixer, hanya kocokan telur yang ada di dapur. Itupun baru saya beli minggu lalu. Memang beberapa minggu terakhir saya mencoba membuat churos dan pancake, jadi memang ada alat bahan sederhana untuk membuat cemilan tersebut. Ketika tidak menggunakan mixer berarti harus siap mengerahkan tenaga mengocok manual agar campuran gula dan telur sedikit mengembang. Walau tak sampai berwarna putih dan kental, tapi menurut saya adonan sudah lumayan mengembang. Lumayan menguras tenaga juga, jadi saya putuskan lanjut ke tahap selanjutnya. Mencampurkan terigu dan susu bubuk ke dalam adonan telur. Sebelum praktek hari ini saya sudah mencari beberapa info dari artikel dan you tube tentang penyebab kue bantat. Salah satunya adalah pengadukan tepung yang over. Maka setelah terasa cukup tercampur saya hentukan pengadukan dan mulai memasukkan lelehan DCC yang bercampur margarin. Lalu mengukusnya selama empat puluh lima menit.

Setelah empat puluh lima menit, saya mengangkatnya dari kukusan. Alhamdulillah walaupun masih jauh dari kata berhasil, tapi cake ala kadarnya ini layak makan. Bisa dinikmati. Tidak bantet seperti pancake kapan hari yang keras dan amis.

Setelah kuenya jadi dan diletakkan di piring, adek semangat sekali menyebutnya sebagai birthday cake. Dia segera ke dapur mengambil sendok dan sumpit. Awalnya saya kira untuk menyantap kue, ternyata sumpit dan sendoknya untuk ditancapkan di kue. Baiklah, ternyata dia meminta kue untuk bermain ulang tahun ulang tahunan. Geli bercampur gemas melihat idenya.

Ketika mau memotong kue pun, dia minta dinyanyikan. Ayah yang semula sibuk dengan pekerjaannya, ikut bergabung dan antusias merayakan ulang tahun ala Adek. Yang membuat tambah bahagia, ternyata kue ala kadarnya ini dipotong dan dimakan dengan lahap oleh semua anggota keluarga.

Kebahagian kecil dan sederhana yang tercipta dari ide anak-anak adalah kenikmatan yang Allah berikan untuk kehidupan kami.

Uncategorized

Melipat Baju, Kegiatan Sederhana dengan Segudang Manfaat

Salah satu kegiatan sehari-hari yang membuat anak-anak ingin sekali ikut beraksi adalah melipat baju. Sebenarnya kalau diamati lagi, kegiatan seputar baju memang menarik minat mereka. Mulai dari meletakkan baju kotor di tempatnya, memasukkan baju ke mesin cuci, menombol mesin cuci, menjemur baju, sampai melipat baju. Kegiatan-kegiatan yang sepertinya sepele ini ternyata menyimpan banyak manfaat lho! Jadi jangan dilarang ya bu jika balitanya ingin ikut membantu.

Dalam kegiatan apapun, ketika para balita ikut berkontribusi pasti akan memperpanjang durasi pekerjaan. Namun, durasi “domestikan” yang jadi bertambah tak sebanding dengan nilai manfaat yang bisa mereka dapatkan dari kegiatan-kegiatan tersebut. Jadi modalkan sabar dan telaten jika mereka menawarkan diri untuk membantu. Dari sekian banyak kegiatan sehari-hari, kali ini saya akan konsentrasi membahas satu kegiatan saja. Balita ikut melipat baju.

Gunungan baju bersih yang belum terlipat sepertinya nampak layaknya area bermain untuk anak-anak. Mereka berlari dan mendarat diatas tumpukan tersebut. Saya pun membayangkan akan nyaman sekali mungkin mendaratkan diri di tumpukan baju. Apalagi jika bajunya baru diangkat dari jemuran, hangat mataharinya masih tertinggal.

Ketika anak-anak mulai mendekat dan memperlihatkan ketertarikan segera saja tawarkan untuk membantu melipat baju. Kalau saya biasanya akan memilihkan kaos-kaos milik anak yang bentuknya tidak terlalu rumit, sehingga bisa dilipat dengan lebih mudah. Yang perlu diingat juga adalah anak sedang berproses dan belajar. Ajari dan contohkan tapi bila hasilnya belum rapi ya terima saja. Buatkan tumpukan sendiri, rapikan saat mau memasukkan kedalam lemari. Sebaiknya anak tidak meyadari bahwa kita merubah hasil kerjaannya tadi ya. Agar dia merasa dihargai, dan dilibatkan bertanggung jawab atas baju-bajunya sendiri.

Melipat baju tidak hanya akan membantu anak-anak mengembangkan kontrol otot yang lebih baik, tetapi juga memberikan pelajaran dalam ketepatan dan ketelitian. Mematangkan koordinasi mata dengan tangan, serta meletakkan dasar untuk pekerjaan geometri selanjutnya. Beberapa sumber terkait juga menyebutkan bahwa melipat baju adalah latihan yang luar biasa dalam membangun kemandirian, kepercayaan diri, dan keterampilan motorik halus.

Tak menyangka bukan, dengan memanfaatkan aktivitas sehari-hari yang terlihat sepele bisa memberikan banyak sekali rangsangan untuk anak kita. Cukup dengan bersabar, menerima, dan bersenang-senanglah dengan apa yang mereka lakukan. Toh semakin cakap dia pada kegiatan ini kita juga yang akan diuntungkan. Anak bisa membantu melipat baju. Meringankan tugas kita bukan?





Community Verified icon

Uncategorized

Cita Rasa yang Berubah

Apa kabar ibu?

Tetap semangat mengatur uang belanja ya bu?

Bawang naik, telur naik, daging ayam juga naik? Naik apanya? Tentu saja harganya😁

Kalau minya goreng bukan naik lagi ya namanya, tapi terbang melayang.. wkwkk

Weekend kemarin kami menikmati wisata kuliner di depot nasi Padang. Depot ini terletak di daerah kos kami dulu. Bisa dikatakan resto langganan lah ya. Untuk kami cita rasa di depot ini masih belum ada yang mengalahkan. Pernah mencoba ke resto padang yang lebih besar, yang semua lauk dihidangkan di meja untuk bebas dipilih. Akan tetapi rasanya masih tetap kalah dengan depot sederhana langganan kami. Saking cocoknya di lidah kami, saat saya nyidam dan muntah-muntah hanya makanan dari resto ini yang bisa saya nikmati.

Sayangnya cita rasa yang selama ini kami banggakan, pekan ini berubah. Masih bisa dinikmati memang, tapi “medok padangnya” kami rasa sedikit memudar.

Suami yang pertama menyadari dan melayangkan protes. Tenaaang protesny ke saya kok, bukan ke pemilik resto. Sebagai istri yang berbelanja sendiri ke kang sayur, saya sangat faham dengan perubahan cita rasa ini. Jika dagangan mereka di bandrol di harga yang sama tapi bahan baku naik semua. Adakah cara selain mengurangi bumbu ini dan itu atau mengurangi kualiatas bahan bakunya?

Pikiran jadi menerawang lebih jauh. Kemarin saat membeli cilok tidak ada lagi gorengan mekar kecil, mungkin itu juga efek dari mahalnya harga minyak.

Memang bukan kali pertama harga kebutuhan pokok naik sebelum bulan puasa. Tapi kali ini sungguh amat berbeda. Lihatlah, efeknya ada dimana-mana. Sepertinya efek paling besar dirasa para penjual makanan. Setelah bangun tertatih pasca pandemi dua tahun ini. Kini mereka masih harus berjuang lagi.

Jadi bagi para konsumen dan penikmat wisata kuliner, mengertilah bila ada cita rasa yang sedikit berubah. Bila ada variasi menu yang menghilang. Selama masih bisa dinikmati tetaplah dilarisi. Agar berputar roda ekonomi.

Selama rempeyek udang di depot nasi padang masih digoreng, saya rasa saya masih bisa menikmatinya.